Sunday, April 3, 2011

My Wayang - Heroes : Luhur Budi Bawa Laksana

My Wayang Heroes :


















Kiri : Semar dan Gunungan.
Tengah : Kresna .
Kanan : Pandawa Lima dan Anoman.




"Titikane aluhur, alusing solah tingkah budi basane lan legawane ati, darbe sipat berbudi bawa laksana"

artinya ialah

"tingkah laku dan budi bahasa yang halus, keikhlasan hati dan bersedia berkorban, dalam sifat satu kata satu perbuatan" :-)

Kata tersebut berasal dari sebuah ungkapan peribahasa Jawa, yang secara harafiah memiliki makna "penuh watak luhur lebih".

Secara lebih mendalam, maksud yang terkandung adalah seorang pemimpin yang memiliki budi pekerti luhur, sifat dan sifat kepribadian yang baik, serta konsisten antara perkataan dan perbuatan.

Bagi masyarakat Jawa sendiri dan secara universal pula, pemimpin yang diidamkan adalah pemimpin yang dapat mengayomi masyarakat dan abdinya. Pemimpin yang dapat mengayomi haruslah mempunyai sifat budi pekerti luhur, kepribadian yang baik, serta konsisten perkataan dan perbuatan.

Sebab pemimpin yang berbudi pekerti jelek, apalagi perkataan sering tidak konsisten dengan perbuatan atau bahkan keputusan yang diambil berubah-ubah jelas akan membuat bingung bagi para abdinya.

Sifat bawa laksana dianggap mempunyai nilai yang sangat tinggi, sehingga harus dimenangkan apabila terjadi berbenturan dengan nilai-nilai lain, termasuk didalamnya nilai-nilai keadilan dan kebenaran.

Seperti telah disebutkan diatas, etika bawa laksana ini mengandung nilai yang bersifat universal. Di mana pun dan kapan pun juga, sikap tersebut pasti diakui sebagai mengandung nilai filsafat yang baik dan perlu dipegang teguh oleh semua orang.


Dalam pewayangan tokoh Pendawa Lima dan Kresna adalah tokoh-tokoh yang mempunyai sifat-sifat kepemimpinan yang terpuji:

1. Yudhisthira (Puntodewa): Sang raja yang konon kabarnya mempunyai darah putih, dengan ciri utama kejujuran dan kesabaran, begitu jujurnya Yudistira sehingga dia dikaruniai Dewata kereta yang tidak merambah bumi.

Saat pertama kali, dalam kisah Bharatayuda, Yudhisthira mengucapkan kata yang tidak jujur adalah ketika dia diminta oleh Sri Kresna untuk mengatakan bahwa Aswatama telah gugur apabila ditanya oleh Pendita Durna (ayah Aswatama), padahal yang mati adalah Gajah yang bernama Aswatama.

Pendita Durna tidak percaya bahwa Aswatama telah gugur oleh karena itu dia menanyakan ke Yudistira yang terkenal kejujurannya.Yudistira menjawab dengan melirihkan suara Gajah dan menekankan kata Aswatama sehingga memberikan kesan bahwa Aswatama telah gugur dan pada saat itu juga kereta Yudistira merambah bumi karena Yudistira tidak lagi sempurna kejujurannya.

Yudistira adalah ksatria yang lebih menonjol sifat kepemimpinannya, kejujurannya, dan kesabarannya yang sangat dihormati oleh adik-adiknya maupun oleh Sri Kresna.

2. Bhima (Werkudara): Jujur, gagah berani, teguh, kuat, tabah, patuh, tegas, disiplin.

3. Arjuna (Janaka): senang bertapa, senang menuntut ilmu oleh karena itu sangat sakti, sopan santun, halus dalam tindakan dan kata-katanya, berani, pendiam, teliti.

4. Nakula: jujur, setia, taat, belas kasihan, tahu membalas budi, menyimpan rahasia, ahli di bidang pertanian dan kesejahteraan rakyat (Note: saudara kembar dengan Sadewa karena itu punya sifat yang sama tapi punya keahlian yang beda)

5. Sadewa: jujur, setia, taat, belas kasihan, tahu membalas budi, menyimpan rahasia ahli mistik, ahli di bidang peternakan dan industri (Note: saudara kembar dengan Nakula karena itu punya sifat yang sama tapi punya keahlian yang beda).

6. Sri Kresna: cerdas, tangkas, pandai berbicara, bijaksana, ahli strategi, antisipatif oleh karena itu sering dikatakan bisa mengerti sesuatu kejadian yang belum terjadi.

Pada saat sebelum perang Bharatayuda (perang antara Pendawa Lima dan Kurawa yang sama-sama masih keturunan Bharata), Resi Bisma yang sesepuh dari kedua belah pihak mengingatkan pihak Kurawa tidak akan mungkin menang melawan Pandawa karena di pihak Pandawa ada Yudhisthira, Sri Kresna, dan Semar.

Dan sifat-sifat nyata dari ketiganya yang merupakan kekuatan suatu negara:

a. Yudistira sebagai raja yang sangat jujur dengan sifat yang ambeg paramarta berbudi bawalaksana - ambeg paramarta berati murah hati atau suka memberi, berbudi – mempunyai budi pekerti yang luhur, bawalaksana – satunya kata dengan perbuatan. Refleksi ini seharusnya yang dipunyai oleh pimpinan yang berada di bidang eksekutif.

b. Sri Kresna yang sangat adil dan bijaksana sebagai penasehat Pendawa – refleksi dari fungsi yang adil dan netral dari judikatif.

c. Semar sebagai simbol rakyat yang bisa memberikan suara hati nurani rakyatnya yang juga sangat menentukan dan didengar oleh rajanya – refleksi dari lembaga perwakilan rakyat atau legislatif.

KRESNA: TRIK ATAU TAKTIK?

(Antara Pinesti, Strategi, Kepentingan dan Kecurangan)


Dalam wiracarita Mahabarata, Prabu Sri Batara Kresna, Raja Dwarawati sudah terkenal memiliki kesaktian dan senjata yang ampuh, cerdas, bijaksana. Kresna juga dikenal sebagai botoh/pelindung para Pandawa. Sebagai pelindung Pandawa, ia selalu dituntut untuk memberi solusi atas masalah-masalah yang dihadapi para Pandawa. Walaupun Kresna adalah titisan Batara Wisnu, ia tetap memiliki nafsu, keinginan dan kepentingan layaknya manusia biasa.






















Tindakan-tindakan Kresna terkadang terkesan janggal, aneh ataupun curang jika dilihat dari sisi Kresna digambarkan sebagai tokoh Protagonis.

Ada beberapa peristiwa yang melibatkan Kresna dan tindakan Kresna dalam menjalankan pinesti dewa dan tugasnya sebagai botoh Pandawa juga titisan Dewa Wisnu yang terlihat, terkesan, atau memang curang… atau strategi kontroversial:


Antareja & Baladewa

Selama perencanaan Bharatayuda, Kresna berubah menjadi lanceng putih dan menghapus nama Antareja sehingga tidak ikut dalam Bharatayuda. Hal itu ia lakukan dengan maksud Prabu Baladewa tidak memiliki musuh sekuat Antareja dan Baladewa bisa selamat dalam Bharatayuda.

Dengan dalih menguji kesaktian, untuk membuktikan bahwa kesaktian Antareja belum hilang, Kresna menyuruh Antareja menjilat bekas tapak kaki seseorang, yang sebenarnya tapak kaki itu adalah tapak kaki Antareja sendiri. Akibatnya Antareja mati dan tidak dapat memperkuat Pandawa dalam Bharatayuda.

Bisa dibilang tindakan Kresna yang secara tidak langsung membunuh Antareja tersebut tidak terpuji. Tapi nanti dulu, itu hanya salah satu versi saja. Dalam versi lain, Antareja secara sukarela menyediakan diri menjadi tawur atau tumbal bagi para Pandawa agar menang dalam Bharatayuda.

Versi lain menyebutkan bahwa Antareja rela menyerahkan jiwa-raganya dalam perang Bharatayuda demi kemenangan Pandawa. Akhirnya atas pendapat Kresna, Antareja dijadikan tumbal bagi kemenangan Pandawa. Antareja sangat ikhlas dan rela sepenuh hati asal Pandawa menang.


Burisrawa & Setyaki

Pada saat Burisrawa bertanding melawan Setyaki adik Kresna, Setyaki hampir kalah karena posisi Setyaki terjepit di lengan Burisrawa. Kresna mencabut sehelai rambutnya dan meminta Arjuna memanah rambut itu dengan dalih menguji Arjuna apakah masih pandai memanah setelah terguncang karena Abimanyu baru saja gugur.

Maksud dari Krena, sasaran panah Arjuna diarahkan ke leher Burisrawa agar Setyaki lepas dari kuncian Burisrawa. Karena Arjuna masih terguncang, panahnya mengenai lengan Burisrawa dan Setyaki dapat lepas dari jepitan tangan Burisrawa.

Akhirnya Setyaki dapat membunuh Burisrawa. Kekalahan Burisrawa menuai protes pihak Kurawa, mereka menilai tindakan memanah dari luar gelanggang adalah tindakan curang, tapi Kresna berkelit bahwa yang membunuh Burisrawa bukan Arjuna tapi Setyaki, sedangkan Arjuna menilai bahwa tindakan Kurawa waktu mengroyok Abimanyu lebih curang.


Arjuna & Jayadrata

Gugurnya Abimanyu mengakibatkan guncangan hebat bagi Pandawa terutama Arjuna hingga Arjuna bersumpah jika Jayadrata pembunuh Abimanyu tidak dapat ia bunuh pada hari itu dengan batas matahari tenggelam maka Arjuna akan mati bunuh diri dengan cara membakar diri.

Sumpah itu diketahui para Kurawa, maka Kurawa menyembunyikan Jayadrata dan para prajurit Kurawa berpakaian seperti Jayadrata sehingga membingungkan Arjuna.

Kresna kemudian menutup matahari dengan senjata Cakra dengan maksud agar Kurawa mengira matahari sudah tenggelam dan Arjuna harus menepati sumpahnya. Setelah Kurawa mengira hari telah petang maka Jayadrata muncul dan dapat dibunuh Arjuna.


Gatotkaca & Karna

Gatotkaca dijadikan Senopati oleh Kresna agar bertemu Karna dan senjata Konta dapat digunakan Karna. Senjata Konta hanya boleh digunakan sekali saja tapi dalam penggunaannya itu tidak ada yang dapat menggagalkan.

Dengan dijadikannya Gatotkaca sebagai Senopati maka Konta akan digunakan Karna dan nantinya pada saat karma tanding melawan Arjuna tidak lagi memiliki Konta dan Arjuna akan selamat.

Kresna melakukan itu mengingat Arjuna adalah saudara kesayangan kresna. terbukti dilain peristiwa, Kresna rela membunuh Narakasura atau Sitija demi Arjuna.

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari peristiwa-peristiwa tersebut. Lebih tepatnya akan timbul berbagai macam pendapat akan tindakan-tindakan Kresna tersebut. Seperti kita tau bahwa sumpah dan garis hidup dan mati tiap tokoh hampir diketahui sebelum tokoh itu mati.

Hal itu terkait dengan sumpah tokoh bersangkutan atau memang telah menjadi keputusan Sang pemberi hidup. Pinesti atau kodrat dari Sang Pencipta tetaplah sebuah keputusan yang tak dapat dirubah siapa saja. Keputusan itu termasuk waktu mati dan mungkin juga bagaimana atau siapa yang menyebabkan ia mati.


Antareja dalam kisah Mahabarata asli sebenarnya tidak ada, sehingga ditiadakan sebelum Bharatayuda.

Melihat kematian Antareja versi pertama (ia menjilat tapak kakinya sendiri) tentu saja menjadi terkesan dipaksakan agar tokoh itu tidak ada dalam Bharatayuda dengan mengorbankan Kresna menjadi seperti bertindak kejam atau mungkin malah versi kedua yang dipaksakan, demi mempermudah alur cerita Antareja tidak ada dalam perang Bharatayuda dengan mengambil jalan pintas tanpa merugikan orang lain, Antareja menyediakan diri untuk jadi tawur tanpa desakan orang lain.

Di versi ke-3, Antareja mati jadi tawur bagi kemenangan Pandawa atas saran Kresna. Di versi terakhir peran kresna tetap ada tapi tidak se’kejam’ versi pertama.

Kresna sebagai manusia setengah dewa, ia memiliki Jitab Sara atau mengetahui apa yang akan terjadi atau bagaimana kejadian yang akan datang harus terjadi. Dalam versi pertama kematian Antareja, terdapat kejanggalan.

Dikatakan bahwa Kresna takut Baladewa mati berhadapan dengan Antareja. Jika Kresna memang cerdas dan benar-benar tau siapa akan mati ditangan siapa, tentusaja tidak masuk diakal jika pinesti ia akali dengan meniadakan Antareja agar Baladewa tetap hidup.

Kresna memiliki jitab sara sehingga tau siapa akan mati dari tangan siapa tapi ia tidak berkuasa atas kematian seseorang bahkan bagi seorang Kresna, sehingga tidaklah masuk akal jika Kresna tau Baladewa tidak mati ditangan Antareja, ia harus tega mengorbankan Antareja yang merupakan salah satu kekuatan Pandawa.

Jika memang harus meniadakan Antareja yang sangat sakti, apakah Kresna tidak bepikir bahwa ia sebagai botoh bertanggung jawab atas kemenangan Pandawa.

Jika Kresna memiliki kepentingan pribadi demi tetap hidupnya Baladewa kakaknya apakah ia juga mengesampingkan kepentingan pribadinya yang lain dengan mempertaruhkan namanya sebagai botoh yang gagal dalam Bharatayuda? Atau itu strategi Kresna agar Bharatayuda lebih seru? atau… mungkin pada saat itu Kresna frustasi sehingga melakukan tindakan itu.

Kembali lagi pada pinesti, apakah Setyaki memang harus mati ditangan Burisrawa? Atau sebaliknya? Jika memang Burisrawa harus mati ditangan Setyaki kenapa Kresna harus meminta bantuan Arjuna untuk melemahkan Burisrawa agar dapat dibunuh Setyaki? Berbagai pendapat bebeda pasti akan muncul mengenai peristiwa kematian Burisrawa ini.

Banyak alasan untuk membela Kresna atau menyalahkan Kresna. Berkaitan dengan itu, bolehkah kecurangan dibalas dengan kecurangan? Abimanyu mati atas kecurangan para Kurawa dengan mengeroyoknya dibalas dengan kecurangan Kresna secara tidak langsung meminta Arjuna melemahkan Burisrawa agar Setyaki dapat membunuhnya.

Dalam peristiwa menjelang kematian Jayadrata terjadi kejadian aneh. Pada saat itu untuk mengelabui Kurawa, agar siang dijadikan seperti malam oleh Kesna matahari ditutup dengan senjata Cakra.

Disinilah keanehan terjadi jika suatu siang tiba-tiba gelap seperti malam tanpa melewati sore dan itu tak disadari oleh para Kurawa. Mungkin Kurawa memang bodoh tapi apakah sebodoh itu? Sedangkan di dalam kekuatan Kurawa masih terdapat Adipati Karna yang tidak sebodoh Kurawa serta masih ada Prabu Salya yang sudah tua dan tentu saja hafal jika sebelum malam mesti melewati sore.

Bisakah dinilai sebagai suatu kecurangan jika Kresna melakukan tindakan itu? Ataukah murni suatu taktik belaka atau taktik yang licik?

Pentingkah Gatotkaca bagi Pandawa? Bagaimana Gatotkaca dimata Kresna? Tentu saja Gatotkaca sangat penting bagi Pandawa mengingat kesaktian dan kesetiaannya. Bagi Kresna, Gatotkaca juga penting meskipun Arjuna lebih penting baginya.

Kematian Gatotkaca memang sengaja bagi Kresna untuk memancing senjata Konta digunakan oleh Karna sehingga saat berhadapan dengan Arjuna, Karna tidak memiliki senjata yang berbahaya bagi Arjuna.

Dibalik strategi Kresna yang kontroversial dengan mengorbankan Gatotkaca terbunuh oleh Konta, terdapat kaitan dengan peristiwa-peristiwa lalu yaitu tutup senjata Konta yang berada di dalam pusar Gatotkaca dan sumpah Karna yang ingin membuktikan bahwa Karna membela Kurawa karena tindakan seorang kesatria bukan membela kebathilan. Karna rela mati ditangan Arjuna.

Kembali lagi pada takdir/pinesti, Gatotkaca memang ditakdirkan mati karena Konta ‘menjemput’ tutupnya yang berada di dalam pusar Gatotkaca dan Karna harus menepati sumpahnya. Memang jika dilihat efeknya, Kresna terkesan mengorbankan Gatotkaca demi Arjuna, ditambah lagi Arjuna memang adik kesayangan Kresna yang membuat kesan mengorbankan Gatotkaca demi Arjuna semakin kuat.

Akhirnya dapat dilihat bagaimana suatu kepentingan atau tujuan selalu memerlukan proses, tergantung bagaimana proses itu dijalankan hingga suatu tujuan memiliki kesan.

Mengenai kebenaran, seperti petuah Kresna pada Arjuna: “Ia yang lahir harus mati, ia yang mati harus lahir.

Jangan gelisah, karena hukum ini memang tak terelakkan… yang benar selalu ada, yang tidak benar, tak pernah ada.

Para bijak menyadari Kebenaran Mutlak di balik kedua-duanya”

Diambil dari Sumber : http://www.phieonline.110mb.com/bg/tricky.html

Muhammad Luthfi, Jogja 2006
luthfi_666@yahoo.co.uk